Rifma menegaskan bahwa jika RUU ini disahkan, pejabat negara harus menjadi pihak pertama yang menjalani mekanisme pembuktian terbalik sebelum diterapkan kepada masyarakat. Pendapat ini mencerminkan kekhawatiran akan dampak regulasi baru pada keadilan dan transparansi dalam pemerintahan.
Ia berpendapat bahwa kewenangan perampasan aset seharusnya dapat dilakukan melalui penguatan KPK dengan merevisi undang-undang yang ada, alih-alih membuat aturan baru yang rentan menjadi formalitas semata. Rifma juga mengingatkan supaya pembahasan RUU tidak dilakukan secara terburu-buru.
“Jangan sampai karena tergesa-gesa, ini justru blunder dan menjadi alat untuk menekan kelompok tertentu serta melanggar hak orang lain,” ujarnya dengan tegas. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kehati-hatian dalam proses legislasi yang menyangkut hak dan kewenangan warga negara.
Lebih lanjut, Rifma menekankan pentingnya partisipasi publik dalam pembahasan RUU. Dia mengungkapkan bahwa mahasiswa, buruh, organisasi kemasyarakatan, dan beragam elemen masyarakat lainnya harus dilibatkan agar RUU ini tidak hanya lahir sebagai aturan formal tetapi juga dapat diterapkan secara efektif dalam upaya pemberantasan korupsi.
Rifma berpendapat bahwa hambatan utama dalam pembahasan RUU ini bukan terletak pada teks undang-undang itu sendiri, tetapi pada konsistensi aparat penegak hukum. Regulasi yang ada sering kali lahir dari perspektif penguasa, bukan dari prinsip penegakan hukum yang adil dan akuntabel.
Wakil rakyat tersebut berharap ketika RUU Perampasan Aset disahkan, maka Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juga perlu direvisi. “Penguatan KPK, rekrutmen ulang aparat, dan pembentukan lembaga kredibel dengan mandat penuh dari Presiden harus menjadi bagian dari reformasi hukum,” tegas Rifma.
Urgensi Pembahasan RUU Perampasan Aset dan Partisipasi Publik
Pembahasan RUU Perampasan Aset menjadi sorotan publik, terutama karena potensi dampaknya terhadap penegakan hukum di Indonesia. Dalam pandangan Rifma, penting untuk melibatkan masyarakat luas agar setiap langkah legislasi dapat dipertanggungjawabkan.
Ketika masyarakat merasa terlibat, kepercayaan terhadap institusi negara pun akan meningkat. Hal ini menjadi krusial untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penegakan hukum yang berkeadilan.
Rifma juga menekankan bahwa partisipasi dari kelompok-kelompok yang terkena dampak RUU ini sangat diperlukan. Hanya dengan cara tersebut, regulasi yang dihasilkan dapat lebih mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Forum diskusi dan konsultasi publik dinilai efektif untuk menampung berbagai masukan terkait RUU. Pihak-pihak seperti akademisi, praktisi hukum, dan aktivis juga seharusnya memiliki ruang untuk menyuarakan pendapat mereka secara terbuka.
Dengan demikian, diharapkan RUU Perampasan Aset dapat menjawab tantangan dalam pemberantasan korupsi secara lebih efektif dan tepat sasaran. Langkah ini penting agar regulasi tidak hanya menjadi produk hukum, tetapi juga legitimasi dari masyarakat.
Masalah dan Tantangan dalam Penegakan Hukum di Indonesia
Salah satu masalah krusial dalam penegakan hukum di Indonesia adalah konsistensi aparat dalam menerapkan hukum. Hal ini menjadi penghalang bagi keberhasilan regulasi yang sudah ada, termasuk rencana pengesahan RUU Perampasan Aset.
Aparat penegak hukum terkadang terjebak dalam pengaruh politik atau kepentingan tertentu, yang mengakibatkan pelaksanaan undang-undang menjadi tidak efektif. Situasi ini membuat masyarakat merasa skeptis terhadap kemampuan sistem hukum yang ada.
Rifma menyebutkan bahwa tanpa perubahan yang menyeluruh pada aparat penegak hukum, akan sulit untuk memerangi korupsi secara efektif. Reformasi internal dalam institusi hukum perlu dilakukan demi tercapainya tujuan regulasi baru ini.
Pentingnya integritas dalam penegakan hukum harus diutamakan untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat. Hal ini juga berkaitan erat dengan bagaimana RUU Perampasan Aset dapat diimplementasikan dengan baik di lapangan.
Tantangan berikutnya adalah bagaimana memastikan bahwa regulasi ini tidak disalahgunakan. Masyarakat harus bisa mengawasi dan berpartisipasi dalam setiap tahap penerapan RUU ini agar kekuasaan tidak terpusat dan terjaga akuntabilitasnya.
Pembaharuan yang Diperlukan dalam RUU dan KPK
Rifma menggarisbawahi bahwa penguatan KPK menjadi kunci dalam upaya pemberantasan korupsi. Tanpa dukungan yang kuat, KPK akan kesulitan menjalankan fungsinya secara optimal.
Rekrutmen aparat penegak hukum yang transparan juga perlu dilakukan untuk memastikan bahwa yang diangkat benar-benar berintegritas dan kompeten. Langkah ini penting agar institusi hukum dapat beroperasi secara profesional dan bertanggung jawab.
Di samping itu, pembentukan lembaga baru yang kredibel untuk menangani isu-isu terkait perampasan aset harus menjadi prioritas. Lembaga ini harus memiliki otoritas yang cukup untuk menjalankan mandatnya tanpa intervensi dari pihak-pihak tertentu.
Pengalaman pelaksanaan undang-undang sebelumnya menunjukkan bahwa regulasi yang tidak disertai sumber daya yang memadai akan menjadi sia-sia. Oleh karena itu, alokasi anggaran yang cukup untuk mendukung operasional lembaga juga sangat penting.
Dengan melakukan pembaruan dalam struktur hukum dan sistem yang ada, diharapkan regulasi baru ini dapat menjadi alat kasih untuk memberantas korupsi secara efektif. Langkah ini juga sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi negara.