Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) baru-baru ini menerbitkan kajian mendalam mengenai gempa bumi yang mengguncang Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada 20 Agustus 2025. Gempa utama dengan kekuatan M4,9 ini diikuti oleh serangkaian gempa susulan yang jumlahnya mencapai tujuh kali dengan variasi kekuatan yang signifikan.
Pada tanggal 21 Agustus 2025, rentetan gempa terakhir tercatat dengan kekuatan M2,8. Fenomena ini menarik perhatian masyarakat dan ahli geologi, terutama terkait dengan potensi dampak dan kerusakan yang ditimbulkan bagi daerah di sekitarnya.
Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, menjelaskan bahwa lokasi pusat gempa berada di darat, dengan karakteristik morfologi wilayah yang didominasi oleh dataran bergelombang hingga pegunungan. Keberadaan morfologi ini berpengaruh terhadap kekuatan guncangan yang dirasakan di berbagai desa di sekitar sumber gempa.
Litologi wilayah yang terdampak terdiri dari batuan sedimen berumur Tersier dan batuan gunung api berumur Kuarter. Endapan aluvium berumur Resen juga ditemukan, yang bisa memperkuat bentukan dan dampak dari guncangan gempa yang terjadi.
Dalam kajiannya, Wafid juga menyoroti pentingnya memahami kekuatan batuan di permukaan yang pada umumnya dipengaruhi oleh umur dan jenis batuan. Lebih lanjut, batuan yang lebih muda memiliki kekerasan yang lebih rendah dibandingkan dengan batuan yang telah lebih lama terpapar kondisi lingkungan.
Analisis Geologis Terhadap Gempa di Bekasi yang Beruntun
Data yang diperoleh dari tapak lokal menunjukkan bahwa wilayah di sekitar pusat gempa diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas tanah. Kelas tanah ini meliputi kelas C (Tanah Sangat Padat), kelas D (Tanah Sedang), serta kelas E (Tanah Lunak).
Kehadiran tanah kelas lebih lunak berpotensi menyebabkan intensitas guncangan yang lebih terasa. Mengingat sifat fisik tanah yang berbeda, wilayah dengan tanah lunak cenderung mengalami getaran yang lebih hebat saat terjadi gempa bumi.
Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa gempa ini disebabkan oleh aktivitas sesar naik di zona Sesar Baribis. Pengetahuan mengenai penyebab gempa seperti ini sangat penting untuk pencegahan dan mitigasi risiko di masa depan.
Desa-desa yang terletak dekat dengan pusat gempa menerima dampak paling besar, sementara beberapa desa yang lebih jauh juga merasakan guncangan. Desa Karihkil di Kecamatan Ciseeng, Bogor dan Desa Margalaksana di Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat jelas mengalami dampak.
Kondisi ini terbukti, di mana meski Kecamatan Pangkalan dan Tegalwaru berada di kelas tanah D dan E, kerusakan yang terjadi disebabkan oleh kedekatannya dengan sumber gempa. Jarak radius sekitar 6 kilometer dari episenter menjadi faktor utama kerusakan yang dialami.
Detil Kerusakan dan Risiko Pasca Gempa Bumi
Kerusakan tidak hanya melanda desa-desa di Kecamatan Pangkalan dan Tegalwaru, tetapi juga Kecamatan Telukjambe Barat dan Ciampel. Di kedua kecamatan ini, jarak yang relatif dekat dengan pusat gempa, yakni radius 20-25 kilometer, berkontribusi pada tingkat kerusakan yang lebih tinggi.
Penting untuk mencatat bahwa tanah yang lebih lunak di daerah ini memperburuk situasi. Karakteristik tanah yang berbeda memengaruhi bagaimana gelombang seismik diserap dan disebarkan, yang pada gilirannya mempengaruhi tingkat dampaknya.
Untuk itu, kajian lebih dalam mengenai kondisi geologis wilayah sangat diperlukan agar masyarakat bisa lebih siap menghadapi potensi gempa di masa mendatang. Pengetahuan ini juga membantu pemerintah dalam merencanakan pembangunan infrastruktur yang lebih tahan terhadap gempa.
Pada kesempatan ini, Wafid juga menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat tentang bagaimana mengantisipasi dan merespons bencana yang bisa terjadi lagi. Kesadaran masyarakat akan bahayanya gempa bumi harus ditingkatkan demi keselamatan bersama.
Pemerintah juga didorong untuk melakukan pemetaan risiko gempa di wilayah-wilayah rawan. Dengan informasi yang lengkap mengenai kemungkinan terjadinya gempa, upaya mitigasi bisa lebih terencana dan efektif.
Upaya Mitigasi dan Pendidikan Gempa Bumi di Masyarakat
Dalam menghadapi ancaman gempa bumi, penting bagi pemerintah daerah untuk memperkuat sistem mitigasi bencana. Pemetaan lokasi rawan dan pemberian informasi yang akurat kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan kedisiplinan dan kewaspadaan.
Pendidikan mengenai cara merespons gempa juga diperlukan, misalnya pelatihan evakuasi dan penyuluhan mengenai posisi yang aman saat gempa berlangsung. Program-program seperti ini diharapkan dapat benar-benar menyentuh masyarakat.
Peran serta komunitas sangat vital dalam mengedukasi anggotanya tentang bahaya gempa bumi. Melalui kerjasama antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat, kebersamaan dalam mengurangi risiko bisa tercipta.
Secara keseluruhan, kejadian gempa bumi ini menjadi pengingat penting akan kekuatan alam dan perlunya persiapan yang lebih baik. Peningkatan infrastruktur tahan gempa dan edukasi yang berkesinambungan adalah langkah-langkah yang perlu diambil secara serius.
Ke depannya, diharapkan semua pihak bisa bersatu untuk menciptakan masyarakat yang lebih tangguh dan siap menghadapi ancaman bencana, demi keselamatan dan kesejahteraan bersama.