Tikus merupakan hewan yang sering dianggap sepele, padahal mereka bisa menjadi pembawa berbagai penyakit berbahaya, seperti pes dan hantavirus. Di Indonesia, kasus penyebaran penyakit zoonosis akibat tikus masih banyak yang terabaikan, padahal dampaknya bisa sangat serius bagi kesehatan masyarakat.
Kurangnya informasi mengenai bahaya tikus di masyarakat telah menghambat upaya pencegahan yang dapat dilakukan. Gejala dari penyakit yang dibawa tikus kadang mirip dengan penyakit lain seperti demam berdarah, sehingga sering kali terlewatkan oleh tenaga medis.
Fasilitas kesehatan di Indonesia juga sering kali tidak memiliki sarana yang memadai untuk melakukan pemeriksaan laboratorium terkait penyakit zoonosis ini. Hal ini semakin memperparah situasi, sehingga perlu ada langkah konkret untuk mengatasi permasalahan ini.
Inovasi dan Upaya Deteksi Penyakit Zoonosis di Indonesia
Untuk menjawab persoalan ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berkolaborasi dengan Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman untuk mengembangkan alat deteksi bernama Pestorita. Alat ini dirancang untuk mendeteksi berbagai penyakit zoonosis dengan biaya yang terjangkau dan penggunaan yang mudah.
Kepala Penelitian Biomolekuler Eijkman, Farida D. Handayani, menyatakan bahwa riset ini adalah langkah awal dalam menciptakan alat deteksi lokal yang bisa diakses oleh berbagai fasilitas kesehatan. Alat yang dikembangkan ini dijadwalkan dalam peta jalan penelitian selama tiga tahun.
Penelitian ini dimulai dengan pemetaan genetik dan diakhiri dengan pengembangan alat tes cepat (rapid test) untuk mendeteksi penyakit. Farida menekankan pentingnya keberadaan alat yang dapat diandalkan untuk mendukung diagnosis penyakit zoonosis yang sering terabaikan ini.
Kolaborasi dan Pengembangan Alat Deteksi Zoonosis
Pentorita didukung oleh kolaborasi antara BRIN, Universitas Amsterdam, laboratorium khusus Leptospira, serta pihak swasta lainnya. Tim peneliti fokus pada pengembangan deteksi untuk leptospirosis dan membandingkan kinerja berbagai produk Rapid Diagnostic Test (RDT) yang tersedia di Indonesia.
“Kami berusaha menghasilkan RDT yang paling efektif dan efisien agar dapat diaplikasikan di layanan kesehatan,” jelas Farida. Ini menunjukkan komitmen tim untuk memperbaiki ketersediaan alat deteksi yang lebih baik di lapangan.
Saat ini, tim peneliti masih menghadapi tantangan terkait sensitivitas alat deteksi berbasis antigen yang mereka kembangkan. Oleh karena itu, pengembangan in-house PCR juga sedang dilakukan untuk meningkatkan akurasi dalam mendeteksi leptospirosis.
Manfaat Riset untuk Masyarakat dan Kesehatan Umum
Diharapkan bahwa dengan keberadaan Pestorita, masyarakat akan lebih teredukasi mengenai potensi bahaya penyakit zoonosis. Alat ini akan membantu dalam meningkatkan kewaspadaan dan pencegahan terhadap penyebaran penyakit yang berbahaya tersebut.
Farida menyatakan harapannya agar produk dalam negeri ini dapat meningkatkan kualitas deteksi dan menjadi solusi yang lebih terjangkau bagi masyarakat. Dengan adanya alat yang lebih user-friendly, diharapkan cakupan pemeriksaan dapat meningkat.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya jangka panjang untuk memastikan kesehatan publik terjaga dari ancaman penyakit yang datang dari hewan. Deteksi dini dapat menjadi kunci dalam mengurangi angka infeksi dan penyebaran penyakit zoonosis.














