Pimpinan I Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Nyoman Adhi Suryadnyana, baru saja meraih gelar doktor dengan pujian. Keberhasilan ini diraihnya setelah mempertahankan disertasi berjudul “Model Kemitraan Stratejik BPK dengan Industri Pertahanan: Studi Kasus pada PT Dirgantara Indonesia” di Universitas Negeri Jakarta.
Disertasi tersebut dipresentasikan di hadapan tim penguji yang diketuai oleh Prof Dedi Purwana, di mana Nyoman berhasil menjawab berbagai pertanyaan kritis mengenai penelitiannya. Proses sidang berlangsung di Gedung Bung Hatta di Jakarta dan menarik perhatian banyak pihak.
Dalam sidang terbuka itu, penguji tidak ragu untuk menggali lebih dalam tentang isi disertasi yang disusun oleh Nyoman. Salah satu pertanyaan yang menarik datang dari Prof Kazan Gunawan, yang mempertanyakan harapan Nyoman terkait implementasi model yang diajukan dalam disertasinya.
Nyoman menjelaskan bahwa model yang diajukan dalam disertasi dapat menjadi landasan hubungan yang lebih strategis antara BPK dan pihak-pihak lain, terutama di bidang pertahanan. Ia meyakini bahwa diskusi yang dihasilkan dalam sidang ini dapat memberikan gambaran yang lebih luas mengenai peran BPK dalam tata kelola dana negara.
Model Kemitraan Strategis: Apa yang Dimaksud?
Model kemitraan strategis yang diperkenalkan oleh Nyoman berfokus pada interaksi antara BPK dengan industri pertahanan. Menurutnya, pendekatan ini tidak hanya terbatas pada audit, tetapi memperluas peran BPK menjadi mitra strategis dalam pengelolaan sumber daya negara.
Konsep ini bertujuan untuk menjadikan BPK lebih dari sekedar ‘watchdog’ yang mengawasi kepatuhan, melainkan sebagai aktor yang berperan aktif dalam perencanaan dan evaluasi. Nyoman berpendapat bahwa BPK seharusnya dapat memberikan arahan yang jelas untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan anggaran negara.
Langkah ini diharapkan dapat menciptakan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana, baik dalam konteks audit maupun dalam kerjasama lintas sektor. Dengan begitu, model ini dapat membantu memperkuat tata kelola di sektor industri yang strategis, seperti pertahanan.
Lebih jauh lagi, Nyoman menjelaskan bahwa model ini harus beradaptasi dengan tuntutan modern yang ada di sektor pemerintahan, sehingga BPK dapat memberikan kontribusi yang lebih bermakna dalam pengawasan anggaran. Hal ini juga menjadi tantangan baru bagi BPK untuk terus berinovasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.
Pertanyaan Kritis dan Tanggapan Nyoman Adhi
Selama sidang, pertanyaan kritis lainnya datang dari Prof Komaruddin yang mempertanyakan dampak dari penerapan model NAS yang diusulkan. Ia mengkhawatirkan bahwa model ini dapat memperluas kewenangan BPK di luar fungsi yang seharusnya.
Menanggapi hal tersebut, Nyoman Adhi memastikan bahwa penerapan model tidak bertujuan untuk menambah kewenangan BPK secara struktural. Sebaliknya, model ini lebih menekankan pentingnya peran evaluatif yang responsif terhadap dinamika yang ada di lapangan.
Dengan penjelasan tersebut, Nyoman berupaya meyakinkan para penguji bahwa BPK tidak akan mengambil alih peran regulator atau pelaksana, melainkan akan menjadi katalis dalam mendorong transparansi dan efektivitas pengelolaan anggaran. Ini sejalan dengan prinsip-prinsip good governance yang diharapkan dapat diimplementasikan secara nyata.
Nyoman percaya bahwa model ini akan memberikan nilai tambah dan memperkuat tata kelola pemerintah. Ia berharap agar model kemitraan yang diajukan dapat bermanfaat bagi pengembangan kebijakan publik yang lebih baik, khususnya dalam hal keuangan negara.
Menjadi Katalis dalam Tata Kelola Nasional
Dengan adanya model NAS, Nyoman Adhi menginginkan BPK berfungsi sebagai jembatan antara berbagai instansi pemerintah. Model ini diharapkan dapat menciptakan sinergi yang lebih baik dalam pengawasan dan pengelolaan sumber daya negara.
Penerapan model ini tidak hanya memberikan keuntungan bagi BPK, tetapi juga bagi semua pihak terkait yang terlibat dalam industri pertahanan. Koordinasi yang baik antara semua pemangku kepentingan diharapkan dapat menghasilkan keputusan yang lebih cepat dan berbasis data.
Dengan keterlibatan BPK sebagai mitra strategis, diharapkan dapat mengurangi terjadinya tumpang tindih atau ketidakpastian dalam alokasi dan penggunaan anggaran. Hal ini menjadi penting, mengingat industri pertahanan seringkali melibatkan proyek-proyek dengan nilai besar dan risiko tinggi.
Nyoman juga mencatat perlunya kolaborasi khususnya dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks. Kerjasama antar lembaga yang solid akan menciptakan lingkungan yang lebih aman dan efisien dalam pengelolaan anggaran negara.